duka derita menapak disisi kita
mengikuti tiap langkah angan nan ceria
sementara kecewa, keberhasilan adalah sisi lain yang hrs kita lalui dengan bijak,
jika tidak, kita akan tersungkur diantaranya

Kamis, 17 Juli 2008

Best Practices Good Corporate Governance (GCG)

Beberapa best practises dalam penerapan GCG, yakni :

  • Self assesment terhadap Penerapan GCG di perusahaan.

    Self assesment dilakukan untuk mengetahui kondisi dan tingkat penerapan dari prinsip-prinsip GCG. Umumnya perusahaan melakukan ketika akan menerapkan GCG. Kemudian perusahaan menyusun pedoman dan mengambil berbagai kebijakan untuk menerapkan GCG.

    Perusahaan dapat melakukan self assesment secara periodik. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah proses penerapan GCG ini sudah sejalan atau belum. Selain itu, untuk mendeteksi secara dini potensi resiko yang melekat dalam operasional perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah antisipastif untuk meminimalkan terjadinya resiko tersebut.

  • Internalisasi nilai-nilai dan etika perusahaan.

    Untuk menjamin agar nilai-nilai dan etika perusahaan menjelma menjadi budaya kerja perusahaan. Sebagian perusahaan melakukan proses internalisasi nilai dan etika ini sejak karyawan diterima kerja di perusahaan. Bentuk kegiatannya adalah dengan memasukkan materi-materi ini dalam program orientasi karyawan baru. Karyawan baru diminta menandatangani kepatuhan terhadap etika dan peraturan yang berlaku.

  • Penerapan e-auction dalam proses pengadaan.

    Salah satu bagian yang paling rawan terhadap penyimpangan prinsip-prinsip GCG adalah bagian atau proses pengadaan barang dan jasa. Perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya penyimpangan tersebut melalui penerapan e-auction (e procurement dan e-tender). Tujuan dari penerapan sistem ini adalah untuk meminimalkan terjadinya kontak fisik antara pemasok/mitra usaha dengan panitia pengadaan. Semua kegiatan tender mulai dari penawaran harga hingga penentuan pemenang dilakukan dengan sistem komputer untuk menunjang transparansi, sehingga seluruh pemasok memperoleh informasi yang sama.

  • Penerapan e-learning dan knowledge management.

    Penerapan aspek transparansi dapat melalui pengembangan infrastruktur informasi berupa intranet, knowledge manegement, yang merupakan sarana karyawan dalam menyampaikan berbagai tulisan, ide-ide atau gagasan. Setiap karyawan dapat mengakses informasi tesebut. Ide atau inovasi yang bagus dan dapat direalisasikan, akan memperoleh penghagaan dari manajemen. Selain itu, melalui e-learning, karyawan dapat mengakses dan mendownload beragam informasi dan pengetahuan untuk dapat meningkatkan kompetensi mereka.

  • Penerapan sistem komunikasi internal.

    Prinsip transparansi dapat diterapkan juga melalui pengembangan sistem komunikasi internal antara manajemen dengan karyawan. Selain dengan menggunakan media intranet, media internal magazine atau bulletin dan temu karyawan dengan manajemen, ada juga yang mengembangkan sistem komunikasi melalui SMS.

  • Penerapan sistem komunikasi eksternal.

    Banyak perusahaan mengembangkan program komunikasi dengan pihak eksternal. Kegiatan yang masuk kategori ini adalah penyelenggaraan konferensi pers dan mempublikasikan Laporan Keuangan perusahaan melalui media massa dan website perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah go public, aktivitas lain yang banyak dilakukan adalah pemaparan perkembangan dan kinerja perusahaan, termasuk dalam RUPS Tahunan, RUPS Luar Biasa, tindakan korporasi, serta pertemuan dengan para analis, fund manager dan investor institusi.

  • Penerapan sistem komunikasi dengan pelanggan.

    Penerapan GCG harus menjamin kepentingan stakeholder termasuk pelanggan. Untuk kepentingan komunikasi dengan pelanggan, praktek yang banyak dilakukan adalah dengan membangun berbagai sarana yang memudahkan pelanggan untuk berkomunikasi langsung dengan perusahaan termasuk dalam mengajukan komplain. Misalnya, melalui hotline, email, sms atau melalui pos dan kotak saran. Beberapa perusahaan juga mengagendakan program customer gathering. Tentu perusahaan tidak hanya berkewajiban menerima pengaduan dari pelanggan, tetapi yang lebih penting adalah menjamin bahwa setiap pengaduan dapat direspon dengan cepat dan dapat diselesaikan. Selain berkomunikasi dengan pelanggan, beberapa perusahaan juga secara rutin mengukur kepuasan pelanggan dan menilai kinerja pelayanannya terhadap pelanggan melalui kegiatan Survey Kepuasan Pelanggan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan selaras dengan kebutuhan pelanggan.

  • Peraturan dan kode etik

    Untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan, best practices yang banyak dikembangkan oleh perusahaan yang sudah menerapkan GCG adalah pembuatan aturan dan kode etik yang mencegah terjadinya benturan kepentingan, misalnya :

    o Larangan kepada karyawan untuk melakukan penyuapan atau memberikan sesuatu yang kepada pihak lain yang dapat menimbulkan prasangka negatif dan mencemarkan nama baik perusahaan.
    o Larangan kepada karyawan untuk melakukan tindakan yang dapat dipersepsikan pihak lain sebagai tindakan meminta, mengusulkan atau memaksa pihak lain memberikan bingkisan atau balas jasa atas kerjasama yang telah dilakukan.
    o Larangan rangkap jabatan pada perusahaan yang sejenis
    o Larangan untuk menerima karyawan yang ada hubungan keluarga langsung dengan karyawan
    o Larangan terjadinya pernikahan antar karyawan dan bila hal itu terjadi, maka salah satunya harus mengundurkan diri.

  • Penerapan Program Whistle Blower.

    Tahun 2006, PT. Telkom, telah menerapkan program Whistle Blower. Program ini dikomunikasikan kepada seluruh karyawan melalui jaringan portal Telkom. Dengan diberlakukannya program ini, seluruh karyawan PT Telkom, dan anak perusahaan mempunyai saluran formal untuk menyampaikan pengaduan mengenai dugaan/indikasi terjadinya kecurangan (fraud), pelanggaran peraturan pasar modal, dan peraturan yang berkaitan dengan operasi perusahaan, termasuk masalah akuntansi, pengendalian internal dan auditing langsung kepada Komite Audit.

  • Penerapan Job Tender.

    Program ini dilaksanakan untuk memberi kesempatan pertama kepada karyawan untuk mengisi posisi-pisisi yang kosong di perusahaan. Dengan penerapan program ini, perusahaan akan mendapat karyawan terbaik yang sesuai dengan kompetensinya serta terhindar dari kesan like and dislike dan nepotisme.

  • Penerapan program Corporate Social Responsibility (CSR).

    Sebagai bentuk tanggungjawab terhadap lingkungan dan masyarakat sebagai bagian dari stakeholder, banyak perusahaan telah mengembangkan program-program CSR. Program-program ini umumnya berkaitan dengan bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup.

  • Pembentukan Komite GCG.

    Sebagai wujud komitmen perusahaan dalam menerapkan GCG, perusahaan membentuk Komite GCG yang merupakan salah satu Komite yang dibentuk oleh Komisaris. Secara garis besar tugas dari Komite ini adalah memberikan rekomendasi kepada Komisaris mengenai arah kebijakan dan program-program percepatan penerapan GCG serta mengawasi efektivitas penerapan GCG oleh Direksi dan jajarannya sehingga kepentingan stakeholder dapat terlindungi dan terciptanya mekanisme check and balance pada semua aktivitas.


    Ref. Studi Implementasi GCG di sektor Swasta, BUMN dan BUMD

Selasa, 08 Juli 2008

Mengenang Putri Sejati

‘’ ... Ibu kita Kartini putri sejati ... ‘’

Bait lagu, yang akhir - akhir ini semakin jarang sekali kita dengarkan.
Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, lahir di Jepara, 21 April 1879 dan meninggal di Rembang, pada 17 September 1904, adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia.

RA. Kartini tidak dapat diartikan lain kecuali sesuai dengan apa yang tersirat dalam kumpulan suratnya : “Door Duisternis Tot Licht”, yang diartikan oleh Armijn Pane sebagai, "Habis Gelap Terbitlah Terang". Sedangkan Prof. Dr. Haryati Soebadio, mantan Dirjen Kebudayaan, yang adalah cucu RA Kartini mengartikannya sebagai "Dari gelap menuju cahaya", yang kalau kita lihat dalam Al Qur'an akan tertulis sebagai, "Minadz Dzulumaati Ilaan Nuur".
Ini merupakan inti ajaran Islam yang membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya (iman).

Surat Kartini Kepada Stella, 18 Agustus 1899

"Sesungguhnya adat sopan santun kami orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak, bila hendak berlalu di hadapanku. kalau adikku duduk dikursi, saat aku lalu, haruslah ia turun duduk di tanah dengan menundukkan kepala sampai aku tak terlihat lagi. Mereka hanya boleh menegurku dengan bahasa kromo inggil. Tiap kalimat haruslah diakhiri dengan "sembah".

Berdiri bulu kuduk, bila kita berada dalam lingkungan keluarga Bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang lain yang lebih tinggi derajatnya haruslah perlahan-lahan, jalannya melangkah pendek-pendek, gerakannya lambat-lambat seperti siput. Bila berjalan cepat dicaci orang, disebut sebagai kuda liar. Peduli apa aku dengan segala tata cara itu. Segala peraturan itu buatan manusia dan menyiksa diriku saja. Kamu tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket keningratan di dunia Jawa itu.

Tapi sekarang mulai dengan aku, antara kami (Kartini, Roekmini dan Kardinah) tidak ada tatacara itu lagi. Perasaan kami sendirilah yang akan menunjukkan atau menentukan sampai batas mana cara itu boleh dijalankan.

Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan pikiran, dan keningratan budi . Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal sholeh orang yang bergelar macam Graaf atau Baron..? Tidaklah dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini".

Kartini sebagai Muslimah

Kartini memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan semasa belajar mengaji. Ibu guru mengajinya memarahi dia dan menyuruhnya keluar karena Kartini menanyakan makna ayat Al Qur'an yang dibacanya tadi.

Suratnya kepada Stella tertanggal 6 November 1899 dan surat kepada Abendanon tertanggal 15 Agustus 1902 :

"Mengenai agama Islam, Stella, aku harus menceritakan apa?. Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya degan umat agama lain. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya.

Al Qur'an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Di sini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Sama saja halnya seperti engkau mengajar aku membaca buku berbahasa Inggris, aku harus menghafal kata demi kata, tetapi tidak satupun kata yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella?.

"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang aku tidak mengerti sedikitpun. Aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang aku tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al Qur'an, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan bahasa asing yang aku tidak mengerti apa artinya, dan jangan-jangan ustadz-ustadzahku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti artinya."

Sampai pada suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah Pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama Raden Ayu yang lain dari balik Khitab (tabir). Kartini tertarik kepada materi yang sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat, ulama besar yang sering memberikan pengajian di beberapa kabupaten di sepanjang pesisir utara. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak Pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui Kyai Saleh Darat.

“Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu, bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yang berilmu namun menyembunyikan ilmunya?”

Tertegun sang Kyai mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis. Kyai Saleh Darat paham betul akan maksud pertanyaan yang diajukan Kartini. (Dialog ini dicatat Ny. Fadillah, yakni cucu Kyai Saleh Darat)

Singkat cerita tergugahlah sang Kyai untuk menterjemahkan Al Qur'an ke dalam bahasa Jawa. Dan ketika hari pernikahan Kartini tiba, Kyai Saleh Darat memberikan kepadanya terjemahan Al Qur'an juz pertama. Mulailah Kartini mempelajari Al Qur'an. Tapi sayang sebelum terjemahan itu rampung, Kyai Saleh Darat berpulang ke Rahmatullah.

Dalam surat Al Baqarah Ayat 257, Kartini menemukaan kata-kata yang amat menyentuh nuraninya :

"Orang-orang yang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (minadz dzulumaati ilaan nuur)".

Kartini amat terkesan dengan ayat ini, karena ia merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari pemikiran jahiliyah kepada pemikiran terbimbing oleh Nuur Ilahi. Dan sebelum wafatnya Kartini, dalam banyak suratnya mengulang kata-kata "dari gelap menuju cahaya", yang ditulis dalam bahasa Belanda sebagai "door duisternis toot licht".

Yang kemudian dijadikan kumpulan surat Kartini oleh Abendanon yang sama sekali tidak mengetahui bahwa kata-kata itu dikutip dari Al Qur'an. Ditambah lagi diterjemahkan sebagai "habis gelap terbitlah terang" oleh Armijn Pane.

Setelah mengikuti pengajian tsb terjadilah perubahan besar dalam diri Kartini. Kini ia mulai memahami Islam. Simaklah beberapa suratnya yang lain :

"Sudah lewat masanya, tadinya saya mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik tiada taranya, maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna?.
Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat Ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut dinamakan peradaban?"
(surat kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902)

"Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka Kristenisasi... bagi orang Islam, melepaskan kepercayaannya sendiri dan memeluk agama lain merupakan dosa yang sebesar-besarnya... pendek kata, boleh melakukan zending, tetapi janganlah meng-kristen-kan orang lain. Mungkinkah itu dilakukan?" (kepada E.C Abendanon, 31 january 1903)

Memang kumpulan surat-surat Kartini bukanlah kitab suci. Tapi kalau kita telaah kembali maka akan nampaklah apa cita-citanya yang luhur.

Aku Mau ...

Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.
"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.

Penghargaan Pemerintah Belanda

Kartini di Belanda dijunjung tinggi sebagai pejuang emansipasi di Hindia-Belanda dulu sampai sekarang. Pemda Den Haag di tahun 2007 ini secara spesial menyediakan trophy Kartini untuk perorangan/organisasi di Den Haag yang berjuang dalam bidang emansipasi ala Kartini dulu. Kartini-Trophy tahun 2007 ini diberikan kepada wanita Maroko bernama Rahma El Hamdaoui yang berjuang membela emansipasi di sebuah kampung bernama Schilderswijk di Den Haag. o--

Standar Profesi Internal Auditor

Latar Belakang

Standar Profesi Internal Auditor merupakan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menjaga kualitas kinerja Internal Auditor dan hasil audit. Standar audit sangat menekankan kualitas profesional auditor serta cara auditor mengambil pertimbangan dan keputusan sewaktu melakukan pemeriksaan dan pelaporan. Hasil audit yang memenuhi standar akan sangat membantu pelaksanaan tugas Board of directions (BOD, Board of Commissioner dan Unit Bisnis serta Unit kerja yang diaudit.

Hasil kerja Internal Auditor sangat bermanfaat bagi Pimpinan dan Unit Kerja untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Hasil audit akan dapat dipakai dengan penuh keyakinan, jika pemakai jasa mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme Internal Auditor. sehingga diperlukan syarat yang diberlakukan dan dipatuhi oleh Internal Auditor sebagai standar perilaku yang menuntut disiplin diri Internal Auditor.

Kode Etik mengatur prinsip dasar perilaku Internal Auditor, yang dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dari masing-masing Internal Auditor. Pelanggaran terhadap Kode Etik merupakan pelanggaran terhadap disiplin Perusahaan yang dapat mengakibatkan Internal Auditor diberi peringatan, diberhentikan dari tugas di lingkungan Internal Audit dan atau dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.


Tujuan

Standar Profesi Internal Audit mempunyai tujuan :

· Memberikan kerangka dasar yang konsisten dalam mengevaluasi kegiatan dan kinerja unit internal audit maupun individu auditor.
· Sebagai sarana bagi perusahaan dalam memahami peran, ruang lingkup, dan tujuan internal audit.
· Mendorong peningkatan praktik audit internal dalam organisasi.
· Memberikan kerangka untuk melaksanakan dan mengembangkan kegiatan internal audit dalam meningkatkan kinerja kegiatan organisasi.
· Menggambarkan prinsip-prinsip dasar praktik audit internal yang seharusnya (international best pratices).


Standar Profesi Internal Auditor

Standar audit berikut ini merupakan ketentuan yang harus dipatuhi oleh Internal Auditor, yang memuat :

Standar Umum Internal Auditor dan Unit Internal Audit

Internal Auditor harus melaksanakan tugas secara bebas dan obyektif. Unit Internal Audit dan Internal Auditor harus independen secara organisasi dan independen secara pribadi dalam sikap perilaku kenyataan dan penampilan. Internal Auditor dapat memberikan pendapat penting yang tidak tendensius, tidak memihak kepada/ dipengaruhi oleh pihak manapun. Independensi harus dicapai melalui status organisasi dalam Perusahaan dan obyektivitas Internal Auditor. Internal Auditor tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan atau evaluasi atas kegiatan-kegiatan dimana Internal Auditor ikut berperan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.

1. Status Organisasi

Untuk mencapai tanggung jawab yang memadai, Unit Internal Audit berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama serta berkoordinasi dengan Komite Audit melalui kegiatan berkala. Unit Internal Audit harus berada pada level serendah-rendahnya sama dengan level tertinggi dalam organisasi diluar level Direktorat. Head of Internal Audit (HOIA) adalah jabatan dengan posisi kepangkatan tertinggi didalam struktur kepangkatan kepegawaian di Perusahaan. Sesuai dengan kebutuhan, di wilayah-wilayah tertentu dapat dibentuk unit Representative Office (RO) yang bertanggung jawab langsung kepada HOIA.

2. Pengangkatan dan Pemberhentian HOIA
Pengangkatan dan pemberhentian HOIA dilakukan dengan Surat Keputusan Direktur Utama setelah mendapat persetujuan Komisaris Utama.

3. Obyektivitas

a. Dalam menjalankan tugas, setiap Internal Auditor harus memiliki sifat­ sifat :
Sikap mental independen, setiap individu Internal Auditor dalam menjalankan tugas harus mampu dan berani menolak segala pengaruh/ intervensi dari pihak manapun,
Objektif dalam menjalankan tugas, setiap individu Internal Auditor harus hasil kerjanya handal, dapat dipercaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan tugas, Internal Auditor harus berada dalam posisi dapat mengambil keputusan profesional secara bebas dan obyektif.

b. Untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme dari setiap individu Internal Auditor, diperlukan program/ usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan dari Unit Internal Audit maupun individu Internal Auditor.

c. Program/ usaha yang diperlukan oleh Unit Internal Audit dalam meningkatkan kemampuan profesionalisme Internal Auditor antara lain :

· Pemenuhan kebutuhan Unit Internal Audit untuk memiliki individu yang secara kolektif mempunyai pengetahuan, kecakapan dan disiplin ilmu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas.
· Susunan Tim yang akan diberi penugasan untuk melaksanakan audit, yang memenuhi syarat kemampuan teknis dan pendidikan tertentu menurut jenis, luas, dan kompleksitas penugasan.
· Supervisi secara seksama, terdokumentasi dan dapat diuji keefektifannya atas pelaksanaan tugas secara berkelanjutan mulai dari perencanaan, penyusunan program kerja, pelaksanaan tugas di lapangan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut.
· Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi Internal Auditor untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan berupa training, seminar, studi banding dan sebagainya, sehingga tetap dapat mengikuti dan memahami perkembangan terakhir mengenai standar, prosedur, dan teknik audit serta dunia usaha Perusahaan,
· Bila pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dari Internal Auditor tidak memadai untuk pelaksanaan tugasnya maka pimpinan Unit Internal Audit berwenang memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten.

d. Program/ usaha individu Internal Auditor dalam meningkatkan kecakapan profesionalismenya, antara lain :

· Kepatuhan kepada Standar Profesional Internal Audit dan Kode Etik Internal Audit.
· Penguasaan atas pengetahuan, kecakapan, dan disiplin ilmu tertentu yang berkaitan dengan tugasnya, termasuk kemampuan menerapkan standar, kemampuan menerapkan pendekatan risk-based audit, prosedur dan teknik audit, praktek bisnis yang sehat, pemahaman prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
· Keharusan memiliki pengetahuan tentang resiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik-teknik audit berbasis teknologi informasi.
· Kemampuan berkomunikasi lisan dan tertulis secara efektif dan baik dengan manajemen Perusahaan maupun pihak terkait lainnya.

· Keharusan memelihara kemampuan teknis audit melalui pendidikan berkelanjutan berupa training, seminar dan sebagainya, sehingga tetap mengikuti dan paham tentang perkembangan terakhir standar, prosedur, dan teknik audit serta dunia usaha Perusahaan.
· Keharusan menjaga tingkat kecermatan dan kewaspadaan terhadap kemungkinan penyimpangan, ketidakhematan, ketidakefektifan dan kelemahan pengendalian internal dengan melakukan pengujian dan verifikasi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.
· Keharusan menggunakan kemahiran dan kecermatan profesional Internal Auditor dengan memperhatikan :
1) Lingkup penugasan.
2) Tingkat materialitas atau signifikansi masalah,
3) Tingkat keandalan dan efektivitas pengendalian internal.
4) Biaya penugasan dibandingkan dengan potensi manfaat yang diperoleh.
5) Standar operasi yang ada.
6) Penggunaan teknik-teknik bantuan komputer dan teknik­-teknik analisis lainnya.

Standar Pelaksanaan Penugasan

Pelaksanaan penugasan harus meliputi perencanaan, pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pengevaluasian informasi serta pengkomunikasian hasil.

1. Internal Auditor harus merencanakan setiap kegiatan penugasan dan mendokumentasikan rencana penugasan tersebut.

2. Internal Auditor harus mempelajari dengan seksama seluruh bisnis proses dan pengendalian internal yang berhubungan dengan penugasan, sehingga diperoleh dasar yang memadai untuk penentuan sifat, saat dan luas pengujian atau penelitian yang harus dilakukan serta sumber-sumber pembuktian yang kompeten dan relevan.

3. Internal Auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, kompeten, dan relevan melalui observasi, inspeksi, konfirmasi dan tanya jawab serta menganalisa, menafsirkan dan mendokumentasikan bukti-bukti yang diperoleh untuk mendukung hasil penugasan.

4. Ketua Tim mengkoordinasikan dan mereview pelaksanaan penugasan di lapangan untuk memperoleh kepastian bahwa proses penugasan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan tujuan penugasan.

5. Pengawas Tim melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dilapangan, menelaah kertas kerja penugasan, dan draft laporan hasil penugasan.

6. Sebelum dituangkan ke dalam laporan, matrik temuan penugasan harus diklarifikasi terlebih dahulu dengan pihak obyek penugasan dan harus diteguhkan oleh penanggung jawab bidang yang menjadi obyek penugasan.

7. Bila dalam pelaksanaan penugasan, terutama penelaahan (review), evaluasi ataupun audit diperoleh indikasi kuat bahwa diperlukan tindakan yang lebih mendalam ataupun diperlukan suatu investigasi tertentu, maka hal itu harus segera dikomunikasikan oleh ketua tim kepada HOIA. Bilamana menurut pertimbangan HOIA temuan itu cukup beralasan untuk ditindak lanjuti dengan penugasan khusus, maka laporan Tim harus diteruskan sebagai laporan Interim HOIA kepada Direktur Utama, dan Direktur Utama dapat menerbitkan Surat Perintah Kerja tersendiri untuk penugasan temuan tersebut.

8. Dalam setiap temuan penugasan khusus yang berisi indikasi kemungkinan adanya kerugian keuangan Perusahaan ataupun menyangkut pelanggaran terhadap ketentuan perundangan tertentu, Internal Audit dapat meminta Internal Legal Opinion.

Standar Pelaporan dan Tindak Lanjut

Internal Auditor harus membuat laporan hasil pelaksanaan penugasan. HOIA harus mengkomunikasikan laporan tersebut kepada Direktur Utama.

1. Laporan hasil pelaksanaan penugasan harus dibuat secara tertulis dan harus memuat Intisari (Abstrak), Badan Laporan (yang berisi : Pendahuluan, Uraian Hasil Audit, Kesimpulan dan Saran/Rekomendasi) dan Lampiran-lampiran.

2. Laporan Hasil Penugasan harus disampaikan oleh HOIA kepada Direktur Utama dan Komite Audit serta tembusannya disampaikan kepada Direktur terkait.

3. Laporan hasil pelaksanaan penugasan harus diperlakukan sebagai dokumen rahasia baik oleh penyusunnya, maupun penerimanya.

4. Internal Audit harus berkoordinasi dengan Komite Audit mengenai Laporan Hasil Penugasan yang telah disampaikan kepada Komite Audit untuk:

· Membahas temuan audit guna mengidentifikasi kemungkinan adanya kelemahan pengendalian internal;
· Jika diperlukan, memperluas review untuk menilai sifat, lingkup, besaran dan dampak kelemahan signifikan pengendalian internal yang ikut berpengaruh pada laporan keuangan.

5. Internal Auditor harus membuat laporan periodik mengenai aktivitas penugasan yang dilakukan. Dalam laporan tersebut Unit Internal Audit harus memberikan pernyataan bahwa aktivitas penugasan telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Internal Audit serta didukung oleh hasil penilaian program pengendalian kualitas (Quality Assurance).

6. Apabila dalam pelaksanaan penugasan terdapat ketidakpatuhan terhadap standar dan kode etik yang berpengaruh signifikan terhadap ruang lingkup dan aktivitas Internal Audit, maka dalam laporan hasil penugasan kepada Direktur Utama dan Komite Audit perlu diungkapkan:
· Standar yang tidak dipatuhi,
· Alasan ketidakpatuhan, dan
· Dampak yang ditimbulkan dari ketidakpatuhan terhadap standar.

7. Internal Auditor harus memantau dan melaporkan kepada Direktur Utama /Direktur terkait tentang tindak lanjut yang dilaksanakan oleh pihak yang menjadi obyek penugasan atas saran-saran perbaikan yang telah dikemukakan oleh Internal Audit, untuk mendapatkan kepastian bahwa langkah yang tepat atas temuan penugasan telah dilakukan sesuai dengan saran perbaikan yang diberikan kepada obyek penugasan.

8. Dalam hal Direktur Utama menginstruksikan kepada obyek penugasan (Auditee) untuk menindak lanjuti saran-saran perbaikan, maka Internal Audit berkewajiban memantau pelaksanaan instruksi Direktur Utama tersebut.

9. Apabila dikemudian hari ternyata laporan hasil penugasan mengandung kesalahan dan kealpaan, maka HOIA harus mengkomunikasikan kembali laporan hasil penugasan yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima laporan hasil penugasan.

Standar Mutu Pengelolaan Unit Internal Audit

1. HOIA harus menyusun rencana kerja pelaksanaan tugas kewajiban unitnya dan harus mendapatkan pengesahan dari Direktur Utama, setelah direview Komite Audit. Untuk itu, hal berikut harus dipenuhi, yaitu :

· Penyusunan rencana kerja jangka panjang sejalan dengan Charter Internal Audit dan tujuan perusahaan.

· Penyusunan rencana kerja tahunan yang prioritasnya telah disusun berdasarkan pendekatan risk-based, yang meliputi penetapan tujuan, obyek penugasan, jadwal kerja penugasan, rencana pemakaian dan pengembangan sumber daya manusia, budget keuangan, dan sarana pendukung lainnya

2. Semua pelaksanaan kegiatan Unit Internal Audit harus mengikuti rencana yang telah disahkan. Dalam hal ada instruksi Direktur Utama untuk melaksanakan sesuatu kegiatan yang belum tercakup dalam rencana kerja dan menyebabkan tidak seluruh rencana kerja dapat dijalankan dengan sumber daya manusia yang ada, maka HOIA dapat tidak melaksanakan atau menunda pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan yang menurut pertimbangannya memiliki prioritas yang paling rendah.

3. Program/ kegiatan yang sudah tercantum dalam rencana kerja, namun tidak dapat dilaksanakan karena adanya tugas lain atas instruksi Direktur Utama, harus diberitahukan oleh HOIA kepada Direktur Utama.

4. Perubahan-perubahan atas rencana kerja yang tidak disebabkan oleh pelaksanaan instruksi khusus dari Direktur Utama harus mendapatkan pengesahan Direktur Utama.

5. HOIA harus mempunyai dan melakukan program jaminan kualitas secara menyeluruh dan berkesinambungan untuk mengevaluasi kinerja unitnya, dengan tujuan agar memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kinerja Unit Internal Audit telah sesuai dengan Charter, rencana kerja dan ketentuan lainnya.

Untuk memastikan hal tersebut, HOIA harus melakukan:

· Supervisi yang terus menerus sejak tahap perencanaan, pelaksanaan evaluasi, pelaporan, sampai tindak lanjut penugasan.
· Review internal secara periodik oleh pimpinan, staf atau tim internal yang mampu dan independen untuk menilai tingkat efektivitas penugasan dan kepatuhan internal auditor terhadap standar profesional internal audit, kode etik, kebijakan dan ketentuan yang berlaku lainnya.
· Self Assessment. Penelaahan secara berkala seperti dimaksud butir 2) harus dilakukan sendiri oleh Unit Internal Audit.
· Review eksternal oleh pihak atau individu yang mampu, independen terhadap Perusahaan, dan tidak mempunyai konflik kepentingan untuk menilai dan memberikan opini tentang kepatuhan Unit Internal Audit terhadap Charter, rencana kerja dan ketentuan yang berlaku lainnya. HOIA harus melaporkan hasil review dari pihak eksternal ini kepada Direktur Utama dan Komite Audit.

6. HOIA harus menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis termasuk manual penugasan, untuk pedoman pelaksanaan tugas staf Unit Internal Audit.

7. HOIA harus mempunyai program pengembangan sumber daya manusia di unitnya, yang meliputi:

· DJM (Distinct Job Manual) setiap jenjang petugas Internal Audit
· Penetapan kualifikasi dan kemampuan individu auditor
· Kesempatan pelatihan dan pendidikan berkelanjutan setiap auditor
· Penilaian kinerja terhadap setiap auditor setiap tahun, dan
· Pemberian kesempatan berkonsultansi kepada auditor tentang kinerja dan pengembangan profesionalisme mereka.

8. HOIA harus berkoordinasi dengan Komite Audit secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil penugasan yang berkualitas. Untuk itu harus ada rapat berkala dengan Komite Audit membahas masalah kepentingan bersama seperti laporan hasil penugasan.

9. Untuk memudahkan pengelolaan penugasan, diperlukan penggunaan data base guna menyimpan seluruh aspek penugasan termasuk monitoring atas rekomendasi.


Kode Etik

Para Internal Auditor harus memegang teguh dan mematuhi Kode Etik – Standar Perilaku berikut, yaitu :

1. Berperilaku dan bersikap jujur, obyektif, cermat dan sungguh-sungguh serta selalu mempergunakan kemahiran jabatan (Due Professional Care) dalam melaksanakan tugas.
2. Memiliki integritas dan loyalitas tinggi terhadap profesi, perusahaan dan Unit Internal Audit.
3. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan Internal Auditor senantiasa harus mempertahankan sikap bebas (Independent).
4. Menghindari kegiatan atau perbuatan yang merugikan atau patut diduga dapat merugikan profesi Internal Audit atau Perusahaan.
5. Menghindari aktivitas yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan (Conflict Of Interest) atau yang mengakibatkan tidak dapat melakukan tugas kewajiban secara obyektif.
6. Tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun dan dari siapapun, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk dari obyek penugasan, klien, kastamer, pemasok, rekanan dan atau pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang mengganggu atau patut diduga dapat mengganggu pertimbangan profesional auditor.
7. Mematuhi sepenuhnya standar profesional Internal Audit, kebijakan perusahaan dan peraturan perundangan.
8. Memelihara dan mempertahankan moral, dan martabat Internal Auditor.
9. Tidak memanfaatkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan atau keuntungan pribadi atau hal lain dengan alasan apapun yang dapat menimbulkan atau patut diduga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan baik dari sisi finansial maupun dari sisi Citra Perusahaan.
10. Tidak dibenarkan mengungkapkan informasi apapun yang diketahuinya karena menjalankan tugas Internal Audit kepada siapapun, kecuali melalui ketentuan/prosedur yang berlaku.
11. Melaporkan semua hasil penugasan yang material dengan mengungkapkan kebenaran sesuai fakta yang ada dan tidak menyembunyikan hal yang dapat merugikan Perusahaan dan atau dapat merupakan pelanggaran hukum.


Ref. PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk :
- Internal Audit Charter,
- Pelaksanaan Pengendalian dan Prosedur Pengungkapan
- Manual Audit Manajemen